UNSUR INTRINSIK


Siti Nurbaya
Sultan Mahmud Syah termasuk salah seorang bangsawan yang cukup terkenal di Padang. Ia mempunyai putra bernama Samsulbahri, anak tunggal yang berbudi dan berprilaku baik. Bersebelahan dengan rumah Sultan Mahmud Syah, tinggal seorang Saudagar kaya bernama Baginda Sulaiman. Putrinya, Siti Nurbaya, juga merupakan anak tunggal keluarga kaya-raya itu.
Hubungan Samsulbahri dengan Siti Nurbaya sangat erat. Hubungan kedua remaja itu berkembang menjadi hubungan cinta. Perasaan tersebut baru mereka sadari ketika Samsulbahri akan berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya.
Sementara itu, Datuk Maringgih, salah seorang saudagar kaya di Padang, berusaha untuk menjatuhkan kedudukan Baginda Sulaiman. Ia kemudian menyuruh anak buahnya untuk membakar dan menghancurkan bangunan, toko-toko, dan semua harta kekayaan Baginda Sulaiman. Akal busuk Datuk Maringgih berhasil. Baginda Sulaiman kini jatuh miskin. Ia belum menyadari bahwa sesungguhnya, kejatuhannya akibat perbuatan licik Datuk Maringgih. Oleh karena itu, tanpa prasangka apa-apa, ia meminjam uang kepada Datuk Maringgih.
Bagi Datuk Maringgih kedatangan Baginda Sulaiman itu ibarat “Pucuk dicinta ulam tiba”, karena memang hal itulah yang diharapkannya. Rentenir kikir yang tamak dan licik itu, kemudian meminjamkan uang kepada Baginda Sulaiman dengan syarat harus dapat dilunasi dalam waktu tiga bulan. Pada saat yang telah ditetapkan, Datuk Maringgih pun datang menagih janji.
Malang bagi Baginda Sulaiman. Ia tak dapat melunasi utangnya. Tentu saja Datuk Maringgih tidak mau rugi. Tanpa belas kasihan, ia akan mengancam akan memenjarakan Baginda Sulaiman jika utangnya tidak segera dilunasi, kecuali apabila Siti Nurbaya diserahkan untuk dijadikan istri mudanya.
Baginda Sulaiman tentu saja tidak mau putri tunggalnya menjadi korban lelaki hidung belang itu maka ketika ia sadar bahwa dirinya tak sanggup untuk membayar utangnya, ia pasrah saja digiring polisi dan siap menjalani hukuman. Pada saat itulah, Siti Nurbaya menyatakan bersedia menjadi istri Datuk Maringgih asalkan ayahnya tidak dipenjarakan. Suatu putusan yang kelak akan menceburkan Siti Nurbaya pada penderitaan yang berkepanjangan.
Samsulbahri, mendengar peristiwa yang menimpa diri kekasihnya itu lewat surat Siti Nurbaya, juga ikut prihatin. Cintanya kepada Siti Nurbaya tidak mudah begitu saja ia lupakan. Ketika liburan, ia pulang ke Padang, dan menengok Baginda Sulaiman yang sedang sakit. Tiba-tiba ia bertemu Siti dan tanpa sengaja, keduanya pun lalu saling menceritakan pengalaman masing-masing.
Tiba-tiba datanglah Datuk Maringgih dengan sifat culas dan selalu berprasangka itu, Samsulbahri dituduh melakukan hal yang tidak-tidak. Ia berusaha membela diri dari tuduhan keji itu. Pertengkaran pun tak dapat dihindarkan. Pada saat pertengkaran terjadi, ayah Siti Nurbaya bermaksud untuk menolong, tetapi malang, ia langsung terpeleset dan menemui ajalnya.
Ternyata ekor perkelahian itu tak hanya sampai di situ. Ayah Samsulbahri yang merasa malu atas tuduhan yang ditimpakan kepada anaknya, kemudian mengusir Samsulbahri. Pemuda itu terpaksa kembali ke Jakarta. Sementara Siti Nurbaya, sejak ayahnya meninggal merasa dirinya telah bebas dan tidak perlu lagi tunduk dan patuh kepada Datuk Maringgih. Sejak saat itu ia tinggal menumpang bersama salah seorang familinya.
Sekali waktu, Siti Nurbaya bermaksud menyusul kekasihnya ke Jakarta. Namun, akibat tipu muslihat dan akal licik Datuk Maringgih yang menuduhnya telah mencuri harta perhiasan bekas suaminya itu, Siti Nurbaya terpaksa kembali ke Padang. Oleh karena Siti Nurbaya tidak bersalah, akhirnya ia bebas dari tuduhan. Namun, Datuk Maringgih masih juga belum puas. Ia kemudian menyuruh seseorang untuk meracuni Siti Nurbaya. Kali ini, perbuatannya berhasil. Siti Nurbaya meninggal karena keracunan. Rupanya, berita kematian Siti Nurbaya membuat sedih ibu Samsulbahri. Ia kemudian jatuh sakit, dan tidak berapa lama kemudian meninggal dunia.
Berita kematian Siti Nurbaya dan ibu Samsulbahri, sampai juga ke Jakarta. Samsulbahri yang merasa amat berduka, mula-mula mencoba bunuh diri. Beruntung, temannya dapat menggagalkan tindakan nekat Samsulbahri. Namun, lain lagi berita yang sampai ke Padang. Di kota ini, Samsulbahri dikabarkan telah meninggal dunia.
Sepuluh tahun berlalu. Samsulbahri kini telah menjadi serdadu kompeni dengan pangkat letnan. Ia juga sekarang lebih dikenal dengan nama Letnan Mas. Ia melakukan ini semua demi orang-orang yang ia cintai. Kemudian ia mendapat tugas harus memimpin pasukan untuk memadamkan pemberontakan yang terjadi di Padang. Ternyata pemberontakan yang terjadi di Padang itu didalangi oleh Datuk Maringgih.
Dalam pertempuran Letnan Mas berhasil menembak Datuk Maringgih, hingga tewas. Namun, Letnan Mas luka parah terkena sabetan pedang Datuk Maringgih. Ia terpaksa dirawat dirumah sakit. Pada saat itulah timbul keinginan Letnan Mas untuk berjumpa dengan ayahnya. Ternyata, pertemuan yang mengharukan antara “Si anak yang hilang” dan ayahnya itu merupakan pertemuan terakhir sekaligus akhir hayat kedua orang itu. Oleh karena setelah Letnan Mas menyatakan bahwa ia Samsulbahri, ia mengembuskan napas di depan ayahnya sendiri. Adapun Sultan Mahmud Syah, begitu tahu bahwa Samsulbahri yang dikiranya telah meninggal beberapa tahun lamanya tiba-tiba kini tergolek kaku menjadi mayat akhirnya pun meninggal dunia pada keesokan harinya.

Unsur-unsur Intrinsik Novel Siti Nurbaya :
*     Tema
Tema Novelnya adalah kisah cinta yang tak kunjung padam dari sepasang anak manusia yaitu Siti Nurbaya dan Samsulbahri.

*     Alur (Plot)
Pengarang menyusun peristiwa-peristiwa secara berurutan mulai dari perkenalan sampai penyelesaian. Susunan yang demikian disebut alur maju.
Urutan peristiwa tersebut meliputi:
©      Mulai melukiskan keadaan (situation)
©      Peristiwa-peristiwa mulai bergerak (generating circumtanses)
©      Keadaan mulai memuncak (rising action)
©      Mencapai titik puncak (klimaks)
©      Pemecahan masalah/ penyelesaian (denouement)

*     Tokoh dan Penokohan
Karakter dan sifat Tokoh-tokoh pada Novel:
*     Siti Nurbaya                 :  baik, rela berkorban demi ayahnya.
*     Samsulbahri                 :  baik, bijak, rela berkorban demi Siti Nurbaya.
*     Baginda Sulaiman        :  Pasrah pada nasib, kurang bijak, rela mengorbankan
                                         anaknya demi membayar hutang.
*     Sultan Mahmud Syah  :  Kurang berpikir panjang, tidak bijak dan terlanjur
                                         terburu-buru dalam membuat keputusan.
*     Datuk Maringgih         :  culas, moralnya bobrok, serakah, jahat, biang
                                         masalah.

*     Latar (Setting)
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu sebagai berikut:
*     Latar Tempat
Latar tempat dalam Novel: Di kota Padang dan di Stovia, Jakarta (tempat sekolah Samsulbahri)
*     Latar Waktu
Latar Waktu dalam Novel: pada masa dimana Kota Padang masih terjadi banyak huru hara juga saat dimana moral masih bobrok.

*     Latar Sosial
Latar Sosial dalam Novel: Merupakan banyak mengandung unsur adat-istiadat Melayu.

*     Sudut Pandang
Sudut Pandang dalam Novel : sudut pandang orang ke-3.

*     Gaya Bahasa
Gaya Bahasa Novel: Gaya Bahasa novel ini adalah Melayu.

*     Amanat
Amanat yang terkandung dalam Novel:
*     Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Lebih-lebih pengorbanan tersebut demi orang tuanya.
*     Bila asmara melanda jiwa seseorang maka luasnya samudra tak akan mampu menghalangi jalannya cinta. Demikianlah cinta yang murni tak akan padam sampai mati.
*     Bagaimanapun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi kehidupan keluarga.
*     Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin berakibat penyesalan yang tak terhingga.
*     Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya.
*     Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir dari persoalan hidup.

*     Nilai Moral
Nilai moral yang tersirat pada novel diatas adalah meskipun seseorang ingin berbuat jahat pada kita, sebaiknya kita jangan membalas dengan kejahatan. Karena itu tidak akan menyelesaikan masalah. Perbuatan jahat semestinya dibalas dengan kebaikan, apalagi kebaikan itu kita lakukan demi orang tua maupun orang yang kita sayang. Kita seharusnya meniru perbuatan Siti Nurbaya, karena ia berani mempertaruhkan masa depannya untuk menyelamatkan orang tuanya. Yakinlah! Bila kita berbuat baik, maka akan ada orang-orang yang melindungi kita, seperti halnya yang dialami Siti Nurbaya.

0 komentar:

Posting Komentar